[FRP] Welcome to Vangeline

Ah, aksen Jepang Kurtz memang lucu, namun bukannya ia sendiri juga bisa sih...

"Oh, jadi Ohaiyou untuk selamat pagi... Oyasumi untuk malam..."

Kepala hanya dianggukkan sekali dua kali untuk konfirmasi. Astaga, dari dulu sampai sekarang, sepupunya selalu lucu.

"Kau membuat masalah lagi Lascivia-kun?"

Tertawa pelan mendengar pertanyaan itu. Hei, kau tak menganggap perselisihan pendapat sebagai suara 'masalah' kan? Ia juga masih anak-anak kok. Sehingga pastinya akan senang untuk memperamai suasana sedikit-sedikit kan? Namun demi kesopanan ia hanya menjawab,

"Menurut mu, Kurtz?"

Tempat yang diminta diam, kini bertambah ramai. Dengan agak khawatir ia memandang ke arah Nona Pecinta Pohon. Takut jika tiba-tiba akibat terlalu bising gadis itu pingsan atau tak sadarkan diri. Ah, akan tambah runyam nanti.

"Meminta dan menyuruh merupakan dua hal yang berbeda! Nada suaramu tadi jelas-jelas menyuruh kami untuk diam!"

Urgh, tak mau diam ya nona? Wah wah, tapi kasian juga Nona Pecinta Pohon di sana. Menjauh dari sepupunya sebentar, ia pun menepuk pundak dari gadis yang berteriak tadi.

"Nona, anda boleh berbincang, namun bisakah volume anda dipelankan?"

"Sesebal-sebalnya anda, ada nona di bawah pohon yang nampak sakit," Ujar pemuda ini dengan suara pelan setengah berbisik, namun cukup untuk di dengar.

Tidak kok, ia bukan sok pahlawan, hanya tak mau repot. Kalau sampai pingsan... mau bagaimana mereka? Lagipula, mencari masalah dengan pemuda yang berteriak tadi kan... hanya untuk main-main?

"Kurasa kau yang harus diam! Apa hakmu mengatur kami harus diam atau tidak?"

"Aku hanya meminta mereka diam! Bukan berarti menyuruh kan?"

"Meminta dan menyuruh merupakan dua hal yang berbeda! Nada suaramu tadi jelas-jelas menyuruh kami untuk diam!"

"Nona, anda boleh berbincang, namun bisakah volume anda dipelankan?"
"Sesebal-sebalnya anda, ada nona di bawah pohon yang nampak sakit,"

Mengapa suasana jadi tegang seperti ini? Bukankah hari pertama harus diisi dengan kesan baik? Gerard tak habis pikir, mengapa orang-orang bisa ribut. Tidak bisakah mereka menerima satu sama lain apa adanya dan hidup rukun bersama? Haa... tentu tidak... Seperti kejadian waktu itu...

Gerard memutuskan untuk menghentikan pertikaian ini.

"Hei hei.... Santai dong. Masalah sepele jangan dibesar-besarkan. Nikmatilah hari pertama sekolah dengan senyuman" ucapnya sambil senyum dipaksakan.

Setidaknya, ia mencoba.

...

Kurtz hanya bisa menatap semua orang yang ada ditempat itu. Kesal, karena pada dasarnya ia tidak menyukai tempat yang begitu ramai, tetapi ada dasarnya juga ia tidak bisa marah sama sekali.

"Bagaimana kalau kita masuk kedalam sekolahan?" Kurtz menunjuk kearah dalam sekolah, mencoba untuk menenangkan suasana, memecahkan masalah, dan tentu saja karena memang sudah jamnya untuk mereka masuk.

"Dan aku rasa itu juga termasuk mencari masalah Lascivia..."

"Emm.. Salam kenal aja deh, saya Gerard asal Prancis"

Emma langsung berdiri, menepuk-nepuk bajunya yang mungkin kotor karena duduk dibawah pohon. Sambil menatap ke arah 'Gerard'

"Oh, saya Emma asal Spayol!" Emma membalas perkataan Gerard dengan senyuman

"Sepertinya pohon ini menjadi ramai yah Gerard?" Emma memulai topic pembicaraan, berharap supaya ia bisa segera mendapat teman di sekolah barunya ini.

"Oh, saya Emma asal Spayol!"

Gadis Spanyol? Masih daerah Eropa juga. Eng, Spanyol dan Prancis itu jauh atau dekat yah #plak. Apapun jawabannya, sekolah Vangeline ini benar-benar unik yah, mempertemukan berbagai orang dari beragam suku bangsa di satu tempat. Sebenarnya apa tujuan sekolah ini, benarkah tujuan yang secara publik dikemukakan ataukah ada maksud tersembunyi?

Emma.... Gerard merasa senang dengan nama itu, aneh rasanya tapi, nama itu benar-benar enak disebut.

"Sepertinya pohon ini menjadi ramai yah Gerard?"

Gerard langsung menatap Emma eyes-to-eyes kemudian mengalihkan pandangannya untuk menatap sekeliling. Ya, dia benar. Banyak murid baru telah turun dari pesawat dan berkerumun di depan gerbang. Kapan gerbang ini dibuka?

"Iya. Tapi keren yah, sekolah ini. Lihat saja muridnya banyak sekali", seumur hidup ini pertama kalinya Gerard melihat kerumunan remaja sebayanya di satu tempat. Benar-benar sekolah yang ajaib. Siapa pemiliknya yah...

"Bagaimana kalau kita masuk kedalam sekolahan?"

Seorang cowok menunjuk ke arah dalam sekolahan. Wah, gerbangnya sudah dibuka? Gerard tidak sadar.

"Ooo! Ayo masuk, Emma, Christella, dan 4 makhluk di sana", dengan semangat '45 Gerard melangkah dan mengeret kopernya, sebuah senyum lebar hadir di wajahnya. Ia sangat riang hari ini. Dan, Gerard hanya mengetahui nama dua gadis dan tak tahu mau memanggil 4 cowok di sana dengan sebutan apa.. Jadi yah... Disebut seperti itu saja. Tetapi... Pilihan katanya sangat buruk....

"Gerald, Cristella, Emma..." Ia mencoba untuk mengingat nama-nama orang yang ada disana. Yah, walaupun sedari tadi sepertinya ia tidak terlalu digubris toh pada akhirnya ia harus bisa menghafalkan nama-nama temannya itu kan?

Atau bisa disebut 'calon teman'...

"Iya. Tapi keren yah, sekolah ini. Lihat saja muridnya banyak sekali"

Ia baru sadar, ketika itu banyak sekali murid-murid seperti mereka yang baru saja tiba dan sedang menuruni beberapa pesawat yang sudah disiapkan oleh pihak sekolah.

"Entah berapa biaya yang dikeluarkan pihak sekolah..." Sedikit berbisik, dengan tujuan semoga tidak ada yang mendengarnya berbicara.

"Ooo! Ayo masuk, Emma, Christella, dan 4 makhluk di sana"

"Το όνομά μου είναι Kurtz, Χαίρω πολύ ..." menggunakan bahasa negaranya, ia hanya bisa menundukkan kepalanya sedikit.

Translate : Namaku Kurtz, senang bertemu dengan kalian semua...

Mendengarkan nama masing-masing orang satu persatu. Tidak menghafal, hanya sekedar mendengarkan saja. Mungkin nama-nama itu bisa menjadi berguna untuknya ke depan nanti. Disebut teman? Tidak juga. Hanya kenalan saja. Yakin bahwa kenalan yang banyak akan membawa keuntungan yang banyak juga. Hmm, kita lihat faktor itu nanti saja.

Gerbang sekolah itu sudah terbuka, menunjukkan kemegahan interior dari gedung di dalamnya. Entah ia menjadi agak sebal melihat mewahnya gedung itu dan keadaan parah di luar sana. Oh well, siapa ia untuk sok jadi pahlawan? Sesebal-sebalnya, tetap saja ia senang memikirkan fasilitas apa saja yang diberikan sekolah itu.

Tidak menyebutkan namanya, ia hanya berjalan mendekati sepupunya, berniat mengikuti orang itu untuk masuk ke dalam sekolah.

"Pakailah bahasa sini, Kurtz... kasian nanti yang mendengarmu," Ujarnya sambil tertawa.

Dirinya sendiri tidak menyebut nama. Orang itu bisa tahu kapan-kapan. Atau jika mau repot, mereka bisa mencarinya sendiri... Bukannya bermaksud kasar, tapi ia bukan orang yang hobi mengumber identitas.

"Ooo! Ayo masuk, Emma, Christella, dan 4 makhluk di sana"

Rupanya Tuan Berandalan itu juga memanggil Azkar yang asyik duduk di bawah salah satu pohon disana. Azkar namgkit dari duduknya lalu melepas earphone-nya. Dilihatnya gerbang sekolah yang sudah terbuka. Sungguh tempat yang luar biasa Vangeline ini. Begitu mewah dan megah. Azkar hanya memandang semua itu dengan tatapan datar. Baginya kemewahan itu cuma sementara.

"Το όνομά μου είναι Kurtz, Χαίρω πολύ ..."

"Pakailah bahasa sini, Kurtz... kasian nanti yang mendengarmu,"

Azkar tersenyum simpul lalu mendekati mereka berdua, "Ash! Namaku Ash!". KAta Azkar sambil mengulurkan tangannya kepada kedua anak laki-laki yang berada didepannya. "Dan untuk gadis berkacamata! Aku tidak bermaksud menyinggung kamu. Jadi aku minta maaf!", kata Azkar pelan tapi terdengar dingin. Yah... Azkar memang anti dengan cewek. Maksudnya, dia tidak biasa berbicara atau berkomunikasi dengan perempuan kecuali saudari kembarnya dulu.

Memasang kembali headset yang ia lepas dan ia gantung tadi, Kurtz berjalan santai menuju ke gerbang sekolah. Beberapa saat kemudian, sang sepupu menyusul dan berjalan disampingnya.

"Pakailah bahasa sini, Kurtz... kasian nanti yang mendengarmu,"

"Ah benar juga, aku sudah terbiasa memperkenalkan diri menggunakan bahasa Yunani..." Kurtz menepuk tangannya dan menoleh kembali.

"Namaku Kurtz Cozalt, senang bertemu dengan kalian..." Jawabnya sambil menundukkan kepalanya sedikit dan berbalik lagi. "Seperti itu?"

OOT : Eh eh GERBANGNYA BELUM DIBUKA LHO, kalo gerbang dibuka gerbangnya, langsung masuk MRP


Emma mendengarkan pembicaraan orang-orang, ahh.. siapa mereka? Lasc dan Kurtz kalau tak salah dengar... sepertinya mereka sudah akrab? ah ntah lah, apa hubungan Emma dengan mereka?

Emma mulai mencari kesibukan lain, masih dalam posisinya yang sedang berdiri ia memandang sekitar. Emma mulai merasa bosan, Emma memutuskan untuk memungut sebuah batu kecil berbentuk bulat, sepertinya berdiameter 2cm.. kurang lebih segitulah...

DUAAR

Suara ledakan samar-samar terdengar di keramaian, ternyata Emma menghancurkan batu kecil tersebut dengan kekuatan Espernya.

"A...ah..." Emma terpekik karena perbuatannya sendiri

"..... wahahaha" Sambil menggengam batu kecil yang sudah menjadi debu itu.

oot : @ Caramel : loh, kok kayaknya kemaren gue baca ada yg blg udah dibuka ya gerbangnya #ditendang

males copas dialog ah =w=

~

Dunia memang indah~ Gerard sangat terpukau dengan seorang cowok yang memperkenalkan diri dengan bahasanya, bahasa apa tadi? Yunani? Namanya juga unik, Kurtz.

Sepertinya sih orang yang terlihat sangat akrab adalah kerabat dekatnya..

Lalu satu lagi bernama Ash? Namanya tak terlalu aneh seperti yang lain. dan speertinya ia masih ada dendam dengan Chritella? lol

"Yah, mari kita semua berteman, hahahaha", Gerard merangkul ketiga cowok itu dan tertawa lepas. Ia sangat senang dengan pertemuan baru dan persahabatan baru.

Belum sempat ia puas tertawa, ada sebuah ledakan yang mengagetkannya. Ketika ia berbalik, ia mendapati Emma yang juga kaget dan sepertinya dalah pelaku ledakan..

'E... Emma.....' Gerard jadi segan terhadap cewek itu

DUAAR

Azkar terkejut mendengar suara ledakan yang berasal dari yang duduk dipohon itu. Kalau tak salah namanya Emma. "Waaahh... hebat! Apakah kau seorang Esper?", tanya Azkar menebak pada Emma. Dia tidak merasa terkejut atau bagaimana karena Azkar sendiri juga seorang Esper.

"Yah, mari kita semua berteman, hahahaha",

Anak laki-laki bernama Gerard itu tertawa sambil merangkul pundak Azkar. Azkar merasa agak risih dengan Gerard. "Jangan peluk aku!", kata Azkar pelan tapi terdengar agak sinis. Azkar sebenarnya berusa menghindari keramaian tersebut dan memilih menyendiri disuatu tempat. Yah... Apa boleh buat. Itu kesalahan dia sendiri yang langsung ikut berdebat dengan mereka. Azkar hanya bisa menghela nafas. "Maaf... Apakah kalian kenal dengan gadis yang bernama Amber?", tanya Azkar kepada mereka semua.

"Waaahh... hebat! Apakah kau seorang Esper?"

Emma melirik ke sumber suara tersebut
"aaa.... Siapa anda? sepertinya anda belum memperkenalkan diri?"
emma, tanpa menjawab pertanyaan malah memberikan pertanyaan lagi,
Yah... itu karena sepertinya 'orang itu' belum memperkenalkan dirinya yah?

"saya Emma, ya.. saya Esper.. dan sepertinya anda juga?"
Emma berinisiatif untuk memperkenalkan diri dan menjawab pertanyaan 'orang itu'

Insting Emma berkata bahwa 'orang itu'lah yang mengirim Telepathy kepadanya.
Emma menatap 'orang itu' dengan serius, menunggu apa jawaban dari perkataannya yang panjang lebar itu.

Baru saja ia akan berjalan lebih jauh untuk menghindari keramaian itu, tiba-tiba suara ledakan kecil terjadi disana. Segera menoleh, ia mendapati perempuan bernama Emma itu sukses membuat batu itu hancur.

...

'Anak-anak disini mengerikan...' Kurtz hanya bisa sweatdrop melihat semua yang terjadi dan hanya menggaruk dagunya yang tidak gatal.

"Heee... Kau bisa melakukan hal itu?" Kurtz berjalan balik kearah sang 'pelaku' penghancuran itu dan menatap batu yang sudah menjadi abu.

"Bagaimana seorang esper bisa melakukan itu?"

"Jangan peluk aku!"

Siapa juga yang mau memeluk laki-laki? Hiiyy, perbuatan seperti yang dilakukan Gerard itu tak termasuk memeluk (bagi gerard #plak). Entah mengapa Gerard jadi jijik sendiri.

"Itu hanya ungkapan persahabatan, hahaha", Gerard tertawa memaksa. Ia hanya berusaha agar semuanya membina hubungan yang baik.

"Maaf... Apakah kalian kenal dengan gadis yang bernama Amber?"

Amber? Seperti nama teman sekelas Gerard sewaktu SMP dulu. Baru saja cowok ini akan menjawab 'ya', tiba-tiba ia teringat. Mereka kan dari negara yang berbeda-beda..

"Emm. nggak", Gerard menyilangkan jarinya membentuk bentuk 'x'.

Dan perhatian kembali teralih pada gadis bernama Emma itu. Ternyata dia esper. Gerard semakin mengaguminya.

"Heee... Kau bisa melakukan hal itu?"
"Bagaimana seorang esper bisa melakukan itu?"

Emma menatap Kurtz dengan wajah >>
"tentu saja saya bisa.. ya karena saya esper.. esper bisa melakukan itu... yaa... bagaimana menjelaskannya?" Emma jadi bingung sendiri lalu ia mulai tertawa untuk menghilangkan ketegangan

"Itu hanya ungkapan persahabatan, hahaha"

"Pfffftt...." Emma menahan tawa,
Ya.. hal semacam itu memang biasa saja kan?
orang itu aneh juga... tak mau di rangkul...

Emma yang jail lalu langsung tertawa2 dan menggandeng tangan Gerard.
"heii, hal seperti ini biasa saja kan?" Sambil melirik ke arah 'orang unik'(Azkar) itu.

"Pfffftt...."
"heii, hal seperti ini biasa saja kan?"

WAAA! Seorang cowok yang namanya Gerard itu... Seumur hidup tak pernah pegangan tangan dengan cewek kecuali mamanya. Nggak pernah ngerasa yang namanya deg-deg-an. Nggak pernah ngerasa yang namanya darah mengalir cepet banget.

Dan ia baru merasakannya, se-ka-rang.

Gerard speechless nggak tahu harus berkata apa. Seluruh pelajaran bahasa, baik bahasa Prancis, Inggris, Indonesia (lol) tidak ada yang ia ingat.

Hanya satu yang ia rasakan, melayang >

Akhirnya Gerard kembali ke dunia nyata setelah beberapa detik hilang dalam alam imajinasi. Sempat berpikir 'sensasi' apa yang ia rasakan tadi dan mencapai kesimpulan. 'Ia hanya kaget dipegang tangannya tiba-tiba oleh Emma'

You're so dense, Gerard..

"Bener banget, yang begini mah biasa. Ya kan, Emma?", Gerard mengikuti 'permainan' Emma sambil nyengir-nyengir menirukan Emma.

OOT : maaf ya kalau deskripnya ndak enak =)) =)) Anak saya ternyata emang jahat *lirik personality*

Dirangkul dan kemudian di lepaskan. Entah dirinya secara otomatis malah menepis desbu dari bajunya setelah rangkulan itu dilepas. Bukannya ia benci sama orang yang merangkulnya, namun ia tak biasa dan tak mau dipeluk. Pelukan hanya di sewakan untuk orang-orang yang ia kenal dekat --- bukan orang baru yang tiba-tiba sok akrab.

Puff...

Satu batu dihancurkan. Ia hanya bisa geleng-geleng menatap pemandangan itu. Manis-manis begitu, ternyata dibekali kekuatan mengerikan. Untuk menolak stalker mungkin ya? Sekaligus perlindungan diri? Pfft, bagus sekali.

"Bagaimana seorang esper bisa melakukan itu?"

Dipandanginya sang sepupu yang nampak takjub dengan hal itu. Hmm, orang itu tidak biasa rupanya melihat pemandangan seperti ini?

"Kelainan genetika? Yang pasti kemampuan itu ada sejak lahir," Ujarnya asal-asalan.

Tiba-tiba saja gadis manis dengan kekuatan mengerikan itu menggandeng tangan Tuan Berandal mereka. Membuat si Tuan Berandal jadi memerah akibat... entah apa alasannya. Di mata Lascivia sendiri, dua orang itu malah cengar cengir tidak jelas dan cukup terlihat... ah terserahlah mau kau anggap apa.

"Get a room," Ujarnya asal pada dua orang yang sedang bergandengan itu.

"aaa.... Siapa anda? sepertinya anda belum memperkenalkan diri?"
"saya Emma, ya.. saya Esper.. dan sepertinya anda juga?"

Azkar memang enggan berbicara dengan seorang gadis. Apalagi gadis itu semanis lol dia. Azkar sendiri juga menyesal, mengapa dia langsung bertanya pada gadis itu. Azkar menjawabnya. Tapi menggunakan telepathy-nya kepada Emma. Berharap Emma dapat menangkap telepathy-nya"Aku Ash. Azkar Vester. Hanya kau yang boleh tahu namaku yang sebenarnya! Ya, aku juga esper sama seperti kamu.". Azkar sepertinya takut memberitahu nama sebenarnya. Takut bila masa lalunya terulang lagi.

"Itu hanya ungkapan persahabatan, hahaha"

Persahabatan, dia hanya mengenal kata itu sebagai kata yang mujarab. Bahkan seorang musuh sekalipun akan luluh dengan kata itu. Dia tidak mengira kata itu ditujukan kepada semua orang dan juga dirinya. "Ohhh... Kau siapa? Apakah yang bernama Gerard itu?", tanya Azkar pelan tapi terdengar dingin pastinya.

"Pfffftt...."
"heii, hal seperti ini biasa saja kan?"

"Bener banget, yang begini mah biasa. Ya kan, Emma?"

Merasa seperti orang gua.... Begitulah yang dirasakan seorang Azkar sekarang. Dia memang risih bila dia dipeluk atau digandeng. Azkar hanya terdiam mendengar pernyataan mereka berdua. Dia juga melihat Emma yang menggandeng tangan Tuan Berandal itu. Mungkin bila itu Azkar yang digandeng Emma, dia pasti langsung menepisnya dan menjauhi gadis itu sejauh mungkin.

OOT : Rasanya Character Lasc itu kekuatan Esper nya beda sama waktu di Chara regis? @.@

"Kelainan genetika? Yang pasti kemampuan itu ada sejak lahir,"

Didalam kondisi : Emma sudah tidak menggandeng tangan Gerard

"Ke..kelainan genetika? ntah mengapa bahasanya terdengar lucu" sambil tertawa tawa, ya memang benar sih, termasuk kelainan genetika... tetapi kalau disebut dengan santai terdengar konyol...

"Get a room,"

"WTZ?" Ntah apa itu yg diucapkan Emma, hanya kata2 ngaco buatannya sendiri sepertinya. Emma menertawakan perkataan Lasc, "apa coba maksud ente" Emma meneriaki lasc dalam hati.

Aku Ash. Azkar Vester. Hanya kau yang boleh tahu namaku yang sebenarnya! Ya, aku juga esper sama seperti kamu."

Emma menjawab melalui jalur telepathy yg dibuat oleh 'ash'
"Ahahh... dugaan ku tepat... salam kenal ash"

"Kelainan genetika? Yang pasti kemampuan itu ada sejak lahir,"

Terdengar asal memang. Tapi yang dikatakan anak laki-laki berambut pirang itu. Kemampuan sejak lahir. Tapi mungkin itu juga bisa dilatih karena memiliki kejeniusan. Tapi, Azkar sendiri itu termasuk pure esper dan selalu dianggap berbeda oleh orang-orang sekitarnya. "Masuk akal.." ujar Azkar pelan sembari menambahi pernyataan anak laki-laki berambut pirang itu.

"Ahahh... dugaan ku tepat... salam kenal ash"

Azkar terdiam. Tersenyum tipis agar tidak diketahui bahwa dia tersenyum pada Emma. "Salam kenal juga Nona Peledak! Julukan yang cocok untuk gadis pemilik kekuatan esper seperti kau". Azkar bukannya menyinggung. Tapi dia ingin memuji kekuatan milik Emma. Tapi dia tidak bisa, baginya berbicara dengan seorang gadis itu cukup sulit.

"Ooo! Ayo masuk, Emma, Christella, dan 4 makhluk di sana"]
Christella yang diam saja sedari tadi langsung tersentak. "Tapi...Gerard, pintu kan belum dibuka?" tanyanya bingung.

"Dan untuk gadis berkacamata! Aku tidak bermaksud menyinggung kamu. Jadi aku minta maaf!"
Gadis berkacamata? Oh ayolah, dirinya punya nama bukan? Lagipula ditangkapnya nada dingin dalam suara sang pemuda.

"Kalau kau tidak mau minta maaf, ya tak usah, toh aku juga tidak rugi," balas Christella. Ckckckck, sifat buruknya keluar lagi deh.

"Namaku Kurtz Cozalt, senang bertemu dengan kalian..."
"Oh, Kurtz yang tadi memperkenalkan diri dengan bahasa Yunani, ya?" balas Christella. "My name is Christella, pleased to meet you too, Kurtz," sambung sang gadis dalam bahasa ibunya.

DUAAR
Ledakan samar-samar segera menyadarkan Christella. "Emma...?" tanya Christella saat melihat sebuah batu yang telah pecah berkeping-keping.

Tanpa sadar berjalan kearah sang gadis, meraih batu yang sudah menjadi debu itu, lalu mulai menyanyi

Efek lagu: Menyatukan retakan batu yang tadi dipecahkan Emma~ xDD


marta nosaash oz ciel, sos walasye
Oh mother goddess of earth, for the sake of the people

coall sash fwillra tes ciel
Return the scattered plumage to the earth

marta nosaash oz ciel, sos ciel
Oh mother goddess of earth, for the sake of the sky

fowrlle guie, en fowrlle heighte
Heal the body and heal the wound

hartes ciel, melenas walasye
Love the world, love the people

Was yea ra chs fwal fwal mea
I shall gladly turn myself into wings

en eterne famfa
And eternally flap my wings


Batu yang sudah menjadi debu itu mulai terbentuk lagi, sampai akhirnya menjadi bentuk yang utuh, dan nyata.

"Syukurlah..." gumam Christella senang.

"Kalau kau tidak mau minta maaf, ya tak usah, toh aku juga tidak rugi,"

Hah?? Ketus sekali gadis ini. Tapi biarlah, toh Azkar juga tidak ingin akrab dengan seorang anak perempuan yang ketus. "Yaaah... Akukan berkata baik-baik. Setidaknya aku hanya ingin berkenalan denganmu. Itu saja!", kata Azkar kali ini memperlihatkan sifatnya yang agak malu-nya itu. Wajahnya agak memerah sembari membuang mukanya. Cowok pendiam ini ternyata mau juga berinteraksi dengan orang lain.

"Syukurlah..."

Terlihat batu yang tadinya berubah jadi debu itu kembali kebentuknya semula. Azkar sedikit kagum dengan gadis ini. "Esper lagi ya?", gumannya pelan sambil memasang earphone-nya.

ikutan yaa~ telat sihh =="

---

Perjalanan yang cukup melelahkan bagi seorang anak laki-laki bersurai pirang ini. Berjam-jam duduk di bangkunya, melakukan perjalanan yang sangat jauh menurutnya. Ditemani dua orang berkacamata hitam yang mengantarkan sebuah surat tempo hari. atas permintaan orang tua Carl takut sesuatu hal buruk terjadi bila ia sendirian dalam perjalanan panjangnya. Sesampainya di bandara pulau yang tak diketahui oleh publik ini, Carl beralih menaiki sebuah mobil yang dirasanya cukup asing di kotanya. Cukup mewah.

Sedikit waktu tempuh untuk melalui jalan menuju sekolah barunya, Vangeline. Tak enak juga meninggalkan kedua orang tuanya ketika mengantarkan kepergiannya itu dengan hati sempit. Tak tega membiarkan satu-satunya anak mereka yang masih hidup ini merantau ke luar negeri untuk mendapatkan sesuatu yang lebih yang biasa kita sebut pendidikan.

Lamunan itu terhenti ketika melihat sebuah sekolahan yang sangat besar. Seketika mobil itu berhenti. Kakinya dilangkahkan ringan keluar benda hitam itu sembari menyambut koper besarnya beserta sebuah ransel di punggungnya.

Berjalan sejengkal demi sejengkal menuju gerbang yang kelihatannya masih ditutup rapat itu. Hanya ingin berkata satu kata. "Sekolah?"