[ST] Oh, hi cuz.

Timeline : Taman sekolah, 2 siang.
Note : Bolos~~~~ Private, Kurtz Dan Lasci xD

Hidup itu terlalu panjang untuk dihabiskan dengan bersekolah. Alasan utama mengapa ia sekarang berbaring di rerumputan dan memandangi langit biru daripada duduk di kelas dan mendengarkan seorang guru tua berceloteh macam-macam tentang berbagai hal. Padahal, ia ke sekolah ini dengan harapan bahwa suasana kelas akan berbeda. Namun tidak rupanya.

Tangan dan kaki sama-sama di rentangkannya. Bosan sungguh berada di tempat di mana ia tidak kenal siapa-siapa. Lebih tepatnya lagi, ia bosan jika tak ada misteri untuk dipecahkan. Ada yang mau membantunya mencabut kebosanan ini?

Tidak ada seorangpun yang sempurna...

Benar kan, apa yang ia katakan sekarang? Walaupun ia sudah mendapatkan gelar Arkeolog tetap saja dia adalah seorang anak berusia 17 tahun yang masih labil. Sesekali ia ingin menjadi anak yang nakal tidak apa-apakan?

Ia tertawa kecil ketika berhasil kabur dari satu matapelajaran yang sedang ia ikut saat itu. Berjalan mengendap-endap, ia melihat seseorang disana sedang berbaring dipadang rumput.

"Ah, itu kan..." Dengan cepat ia berjalan dan menemui laki-laki yang ada disana. "Hei sepupu!"

Ia menoleh mendengar sebuah teriakan dari seseorang. Ditujukannya padanya kan? Tidak ada orang lain di sini, dan... rasa-rasanya tidak ada murid Vangelien yang serius gila bukan? Well, nakal, nyentrik, dan aneh sih masih bisa di maklumi. Namun tidak benar-benar miring hingga butuh masuk rumah sakit jiwa bukan?

Tak repot-repot berdiri, ia pun hanya menolehkan pandangan ke arah suara. Hal pertama yang dilihat adalah sepatu sekolah, lalu celana seragam, baju seragam, dan... barulah satu wajah yang hari-hari ini terasa familiar baginya, sang sepupu. Ia tersenyum pada orang itu, tak tahu apakah sepupunya bisa melihat atau tidak.

Lengan kiri pun di angkat untuk di lambaikkan ke atas.

"Yo, Kurtz!" Teriaknya masih dengan posisi rebah.

"Yo, Kurtz"

Ia tersenyum dan membalas lambaiannya. Berjalan menuju ketempat sang sepupu, dan duduk disebelahnya. Mencoba merasakan semua angin yang menusuk masuk kedalam tubuhnya.

"Kau tidak masuk kedalam kelas?" Tanyanya melihat Lascivia. Memang, ia tidak seharusnya mengatakan hal itu ketika dirinya sendiri juga melakukan hal yang sama.

Ia tertawa sarkatis mendengar pertanyaan itu. Well dear, isn't the answer obvious? Lagipula... pertanyaan yang sama dilontarkan untukmu. Namun, bertengkar dengan sang sepupu juga tidak membawa benefit apa-apa ya? Baiklah.

"Ah hidup terlalu singkat untuk dibuat stress, kau sendiri?" Tanyanya sambil mengangkat tubuhnya untuk duduk.

Kepalanya mulai berdenyut karena terlalu lama ditaruh di atas tanah keras. Mendesah kecil saat belakang kepalanya di elus untuk menghilangkan rasa sakit. Dengan agak ngantuk, ia pun menyandarkan kepalanya di pundak sang sepupu. Tak keberatan kan? Pada seorang yang sedang bosan dan kelelahan.

"Kau masih mengendarai... para... apa namanya?" Tertawa pelan atas kebodohannya sendiri.

"Ah hidup terlalu singkat untuk dibuat stress, kau sendiri?"

Ia tertawa...
Benar juga, beberapa tahun sebelum ia kemari, ia hanyalah seorang anak aneh yang hanya tertarik dengan ilmu dan juga tidak bermain seperti anak-anak seusianya.

Jadi, bagaimana dengan sedikit kenakalan dihari pertama sekolah ini?

"Aku bosan..." Dengan entengnya ia mengatakan hal itu. "Sejak 10 tahun yang lalu sepertinya aku terlalu serius memfokuskan diri pada pengetahuan angkasa... Aku ingin kembali menjadi anak yang normal dulu..." Jawabnya sambil tersenyum memamerkan gigi-giginya.

"Kau masih mengendarai... para... apa namanya?"

"Paramotor..." Ia tertawa kecil, memang olah raga itu tidak terlalu terkenal di dunia. Tetapi yakinlah, kau akan menyukainya jika sudah mencoba.

"Tentu saja aku masih... Walaupun 1 tahun yang lalu aku sempat berhenti karena kecelakaan itu..." Jawabnya memegangi lehernya yang dipenuhi tatto berwarna biru dibagian kanannya.

"Kau sendiri, bagaimana dengan kekuatanmu?"

Tergelak sesaat. Kurtz? Bosan? Pfft! Yang benar saja sayang! Kedua kata itu sungguh berkontradiksi menurutnya. Kurtz yang ia tahu selalu membenamkan diri di angkasa luar dan paramotor. Rasanya hampir tak ada waktu untuk kejadian lainnya itu... bosan? Well, namun jika dipikir-pikir, masuk akal juga ya? Yah, masa muda itu bisa memang menyenangkan dan tak bisa digantikan oleh masa... dewasa.

"Ya, kau memang terlalu mendewasakan dirimu dengan hal-hal itu, cuz," Ujarnya sambil merangkul pundak sepupunya itu.

Tak sadar matanya mengikuti tangan yang memegang leher dengan tatto warna biru. Well, bagaimana ia bisa tak sadar, padhaal ia menyenderkan kepalanya di bagian kanan juga?

"Kenapa lehermu?" Tanyanya sambil merengut.

"Kau sendiri, bagaimana dengan kekuatanmu?"

Kepalanya pun direbahkan kembali di pundak sepupunya.

"Yah, tetap mengerjai orang dengan itu..."

"Mau bertanya hal-hal?"

"Ya, kau memang terlalu mendewasakan dirimu dengan hal-hal itu, cuz,"

Ia hanya tertawa kecil ketika sang sepupu mengatakan hal itu. Yah, mungkin ayah angkatnya mengatakan hal itu, karena beberapa kali ia menyuruh Kurtz untuk berhenti bersikap serius dan hanya membenamkan diri di buku-buku yang ada dirumahnya.

Yah, mungkin ini saatnya untuk lebih santai bukan? Walaupun sebenarnya ia tidak begitu merasa nyaman dengan semua ini.

"Tetapi itulah kehidupan yang aku pilih..." Jawabnya sambil tertawa.

"Kenapa lehermu?"

"A--ah kecelakaan, setahun yang lalu..." Jawabnya sambil tertawa ringan mencoba untuk tidak membuat sepupunya curiga.

"Mau bertanya hal-hal?"

"Kalau begitu, mau menebak, kecelakaan apa yang aku alami?" Jawabnya dengan nada sedikit menentang.

Hidup yang dipilih...

Entah kenapa kalimat itu cukup menohok. Ya, dirinya sendiri tidak ada pilihan hidup sih. Makanya cukup iri pada sepupunya yang sudah tahu mau jadi apa. Ah ya, dari kecil juga ada perbedaan mendalam dari mereka. Sejak mengenal sepupunya itu, ia selalu memandang derajat manusia itu lebih tinggi daripada dirinya sendiri. Pada satu sisi konyol, namun bisa dibilang seperti penutan hidup.

"Well, I envy you, cuz!" Katanya sambil menepuk pundak sepupunya itu pelan.

"A--ah kecelakaan, setahun yang lalu..."

Terdiam mendengar kata kecelakaan. Oh, ya... ia belum dengar soal kecelakaan itu. Ia hanya tahu bahwa sepupunya luka. Namun dari sikap orang disebelahnya, tampaknya cukup berbekas ya?

"Kalau begitu, mau menebak, kecelakaan apa yang aku alami?"

Ia mengangkat kepalanya sendiri dan memandang sepupunya itu dengan pandangan setengah mau tertawa. Oh, nada itu menantang ya? Fuh, ia pasti menang kok sepupu sayang. P.A.S.T.I

Mulutnya pun di dekatkan ke telinga sepupunya, persis gelagat orang yang sedang menggosip serius.

"Motor paramotormu meledak, dan kau jadi trauma dengan api bukan?" Bisiknya pelan dengan nada jahil namun setengahnya serius bercampur kaget.

Bibir itupun turun dan mengecup luka yang ada di leher sepupunya.

"Dan luka ini adalah buktinya..." Tambahnya dengan volume juga nada yang sama.

Bibirnya pun dilepas dari leher sepupunya, lalu ia menjitak kepala Kurtz dengan pelan.

"MAKANYA SUDAH KUBILANG JANGAN PAKSAKAN DIRIMU!" Teriaknya agak kencang lalu tertawa tergelak-gelak. Entah... dirinya sendiri sedang senang mengerjai orang di sebelahnya itu.

OOT : buat admin-sama, ini gak yaoi kok =)) cuma maen2

Iya...

Ia tahu kalau sepupunya akan menang kok, dengan kekuatannya itu mana mungkin ia tidak tahu tentang semua yang terjadi?

"Motor paramotormu meledak, dan kau jadi trauma dengan api bukan?"

Yup, tepat sekali...

Kekuatan itu sepertinya menarik, bisa mengetahui semua rahasia dari seseorang. Tetapi, bebannya pasti lebih berat dari manusia biasa.

Oke ralat...

Bagaimanapun ia tetap manusia biasa yang mendapatkan kemampuan yang tidak dimiliki orang lain.

"Ya, kau benar---" Tersentak sedikit, ketika sang sepupu mencium lehernya, membuatnya bergidik ngeri dan menjauh dari sang sepupu.

"B--bodoh, apa yang kau lakukan?" Belum saja ia menghindar lebih jauh, satu jitakan berhasil didaratkan dikepalanya.

"MAKANYA SUDAH KUBILANG JANGAN PAKSAKAN DIRIMU!"

Sedikit menutup telinganya karena volume suara sang sepupu yang diatas normal, ia hanya bisa tertawa.

"B--bukan memaksakan diri kok... Sepertinya ada yang salah menyetel mesinnya. Seharusnya aku menyetelnya sendiri seperti biasa..." Kurtz hanya tertawa kecil tetap bergidik ngeri menggaruk bagian yang dicium oleh sang sepupu.

Tersenyum sadis nan jahil saat sepupunya menghindari dirinya akibat keisengan yang ia lakukan. Ah, dari dulu sampai sekarang sepupunya tetap lucu. Maksudnya reaksi manusia di sebelahnya tak pernah berhenti untuk membuatnya tertawa. Entah, reaksi yang di keluarkan pemuda itu agaknya berbeda dari kebanyakan orang?

"Losen up, cuz,"

"That's just a harmless kiss yeah?" Ujarnya sambil merebahkan kepalanya di pangkuan Kurtz.

Ah, jauh lebih baik dari bahu bidang atau tanah keras.

"B--bukan memaksakan diri kok... Sepertinya ada yang salah menyetel mesinnya. Seharusnya aku menyetelnya sendiri seperti biasa..."

Kepala ditolehkan ke arah wajah sang sepupu. Itu sih... Namanya ceroboh ya? Entah mengapa ia jadi ingin balas dendam pada orang yang menyetel paramotor kakak sepupunya itu. Berani sekali meninggalkan bekas cacat luka di leher orang hah? Apalagi dengan sebuah trauma akan api.

Tangan kanannya pun diangkat untuk memegang tatto warna biru itu.

"Hah! Entah aku jadi ingin balas dendam pada orang yang menyetel paramotormu itu," ujarnya dengan serius.

Ia hanya bisa tersenyum sebal melihat sepupunya itu. Walaupun usianya lebih tua darinya, tetap saja sepupunya itu sanga jahil padanya. Ingin sekali ia menjahili sang sepupu, tetapi jangan coba-coba, ia benar-benar selalu kalah dari Lascivia.

"That's just a harmless kiss yeah?"

"Tidak dileher Lascivia..." Kurtz masih memegangi lehernya dan masih merinding merasakannya. Tiba-tiba sang sepupu merebahkan dirinya di pangkuan.

"Hah! Entah aku jadi ingin balas dendam pada orang yang menyetel paramotormu itu,"

"T--tidak usah... Setiap orang pasti akan berbuat ceroboh bukan?" Mengibaskan tangannya hanya bisa sedikit panik mendengarnya.

"Bagaimana dengan keadaan paman dan bibi?"

Moodnya benar-benar berada di puncak. Ia sedang hobi mengerjai. Oh, pasti karena kebosanan dan seorang yang ia kenal ada di dekatnya. Dua faktor yang membuatnya dapat menemukan mangsa dengan mudah.

"Tidak dileher Lascivia..."

Tertawa lagi.

Ah, ia banyak tertawa dekat sepupunya ini rupanya. Orang yang jadi bantalan kepalanya ini, memang lucu sih.

"Kau marah?" Tanyanya sambil mengadu blonde dengan hitam.

"T--tidak usah... Setiap orang pasti akan berbuat ceroboh bukan?"

Merengut tak setuju mendengar perkataan sepupunya itu. Hmh! Ia yakin bahwa manusia ini adalah manusia yang paling bisa memaafkan di keluarganya. Dirasa-rasa orang lain malah terkesan... abnormal.

Tangan kirinya pun diangkat untuk menarik kerah baju Kurtz ke bawah. Sehingga wajah mereka berdekatan. Dipicingkan matanya sekilas ke arah sepupunya itu.

"Kau terlalu memaafkan,"

Tangan itu dilepas. Ekspresinya terganti cepat dengan sebuah senyuman tenang.

"Bagaimana dengan keadaan paman dan bibi?"

"Paman dan bibi... masih iseng seperti biasa. Ayahmu sendiri?"

OOC : Sabar ya Kurtz *KABUR!*

"Kau marah?"

Yah, mungkin ia sedikit kesal dengan apa yang dilakukan oleh sepupunya itu. Tetapi, ia memang tipikal orang yang tidak bisa marah, atau setidaknya tidak bisa memperlihatkan ekspresi marahnya didepan orang lain walaupun itu sepupunya.

"Kau terlalu memaafkan,"

Terkekeh pelan, ia hanya bisa menatap sepupunya itu. ia baru sadar melihat kearah sang sepupu yang sekarang ini berada sangat dekat dengannya.

"S-sudah aku katakan jangan menggodaku!" Kurtz hanya bisa menarik wajahnya menjauhi wajah sang sepupu. "Kau itu... Benar-benar iseng..."

"Paman dan bibi... masih iseng seperti biasa. Ayahmu sendiri?"

"Ya, sama sepertimu..." Jawabnya tertawa kecil sambil menutupi mulutnya. "Ayah masih tetap suka meneliti bintang-bintang..."